Saat hasrat buang air begitu mendesak, kita buru-buru lari ke kamar mandi. Masuk tanpa berdoa, kaki kanan atau kiri dulu, entahlah lupa.
Ketika ote-ote, tahu isi dan tempe goreng begitu menggoda, ditambah adanya cabe yang menambah kenikmatan kita tak lagi ingat bahwa cabe kita makan dari tangan kiri karena tangan kanan telah penuh dengan gorengan.
Begitulah kejadian-kejadian yang sepertinya remeh dan sering kita abaikan. Padahal, amal apapun itu, sekecil dan seremeh apapun tetap akan dihisab oleh Allah. Begitulah kita, sering kali larut dalam ketidaksadaran.
Berkata jujur atau berbohong? Tak jarang kita berpikir bahwa kebohongan kecil saja tidak apa-apa lah. Lagipula hal itu lebih menguntungkan. Begitu juga dengan maksiat-maksiat lain yang kita anggap kecil. Kita selalu berlindung di bawah kalimat "tidak apa-apa" jika hal itu lebih menguntungkan. Kita tidak ingat, bahwa Allah Maha Melihat.
Saat ini sangat jarang seorang muslim yang hidup dengan penuh kesadaran. Kesadaran bahwa Allah senantiasa Melihat, dan malaikat selalu mencatat. Asas manfaat lebih mendominasi kita daripada syariat. Mana yang menguntungkan, maka itulah yang kita lakukan. Standar hidup kita bukan lagi syariat Islam.
Manusia memang aneh. Saat berdoa kita meminta surga, tetapi aktifitas kita justru seperti ahli neraka. Kita ingin anak-anak kita menjadi anak yang sholih sholihah, tetapi beribadah saja kita setengah-setengah.
Ahhhhhh begitu menohok. Terima kasih mamak haya sudah buat tulisan indah ini
ReplyDeleteAku pun tertohoook maakk.
Delete