"Pelan-pelan Haya, hati-hati!" teriakku pada Haya sambil melambaikan tangan padanya.
Sore itu tiba-tiba saja aku ingin menemani Haya untuk jalan-jalan di luar. Padahal waktu itu aku baru beberapa hari melahirkan Ihya. Jahitan masih terasa nyeri tetapi aku cukup kuat jika hanya berjalan beberapa langkah di depan rumah.
Haya, yang mungkin merasa sedikit terabaikan setelah adiknya lahir, sangat gembira ketika aku mengajaknya keluar rumah. Kadang aku merasa sedih dan kasihan padanya. Mengajaknya jalan-jalan walau sebentar sebenarnya tidak hanya untuk menyenangkan Haya melainkan juga untuk menghiburku dari rasa bersalah padanya.
Putriku yang saat itu baru berusia dua tahun langsung berlari menyusuri jalan. Sesekali ia menengok ke belakang untuk memastikan bahwa aku tetap berada di persekitarannya. Ingin rasanya aku mengejar dan memeluk Haya, tetapi jahitan yang masih basah ini menahanku.
Sesaat kemudian pandanganku tertuju lebih fokus pada Haya yang masih berlari. Deg! Aku melihat ada yang tidak beres saat Haya berlari tetapi hatiku ingin menyangkalnya. Alisku mulai menyatu, dahiku berkerut dan mataku memicing. Kedua kaki Haya terlihat melengkung dan meleyot seakan sangat lentur saat berlari. Langkah kakinya pun gontai sehingga aku khawatir dia akan terjatuh ketika berlari seperti itu.
Pikiranku melayang ke hari-hari sebelumnya. Haya memang sering terjatuh. Tidak hanya saat berlari, saat berjalan pun ia sering terjatuh. Sebelumnya aku berpikir bahwa hal itu wajar, namanya juga batita yang masih belajar keseimbangan. Namun sebenarnya pikiranku itu hanyalah bentuk penenangan diriku.
Selain itu, aku tidak mengamati bagaimana cara Haya berjalan dan berlari karena lingkup bermainnya hanya di dalam rumah kami yang kecil sejak pandemi. Namun, sore itu aku benar-benar tertegun dan tersadar bahwa ini tidak beres. Tanpa pikir panjang aku segera mengajak Haya masuk ke rumah. Aku juga khawatir kalau Haya terjatuh. Kemudian aku menceritakan apa yang aku lihat dan yang aku pikirkan ke suamiku.
Beberapa hari aku dan suamiku mengamati bagaimana Haya berlari, berjalan dan berdiri. Saat itulah aku tercengang. Telapak kaki Haya rupanya cenderung melengkung ke arah dalam. Telapak kaki kiri terlihat lebih besar derajat lengkungnya. Pantas saja selama ini Haya selalu kesulitan saat memakai sepatu sebelah kiri. Benar-benar aku ingin menangis saat itu. Aku semakin menyalahkan diriku, kenapa tidak sejak lama aku menyadari hal ini.
Posisi Duduk W
Haya harus ke dokter. Saat itu aku pergi menemui dokter spesialis anak langganan kami yaitu dokter Kurniawan Taufik Kadafi. Kemudian beliau menyarankan agar kami menemui dokter spesialis orthopedi. Beruntung, dokter yang direkomendasikan oleh dr. Kadafi sedang ada jadwal praktik di rumah sakit yang sama sehingga kami bisa segera menemui beliau.
Sambil menggendong Ihya yang masih berusia dua minggu aku berdoa semoga kami mendapatkan pencerahan. Saat itu suamiku sibuk menemani Haya yang mondar-mandir dan naik turun kursi tunggu rumah sakit. Beberapa kakek-nenek yang melihat tingkah Haya tersenyum kemudian bertanya,
"Anaknya sakit apa? Kelihatannya sehat-sehat saja."
Kemudian aku menjelaskan dengan singkat dan mereka manggut-manggut dengan dahi berkerut dan berempati pada kami.
Sekitar setengah jam kemudian, tibalah giliran Haya untuk diperiksa. Aku menyerahkan Ihya pada suamiku lalu masuk bersama Haya ke ruang dokter. Melihat Haya baik-baik saja sepertinya dokter cukup terkejut dengan kedatangan kami. Kemudian aku menjelaskan pada dokter tentang keadaan Haya.
Saat itu Haya diminta untuk melepas celana panjangnya agar observasi dapat dilakukan dengan jelas. Haya duduk di ranjang periksa lalu dokter mulai membolak-balik kaki Haya, mengecek lutut dan mengukur lengkung telapak kakinya. Selain itu, Haya juga diminta untuk berjalan beberapa langkah. Setelah observasi selesai dokter kemudian memberikan penjelasan.
Gejala yang dialami Haya menurut dokter masih dalam batas normal. Saat kaki Haya dibolak-balik, posisi lutut Haya mengkonfirmasi bahwa tidak ada masalah atau pun kelainan. Derajat kelengkungan telapak kaki Haya juga masih dalam batas normal. Alhamdulillah! Legaaaa banget mendengar penjelasan dokter. Namun demikian, sebagai emak-emak kepo aku bertanya kenapa kaki Haya bisa begitu dan apa yang harus aku lakukan untuk mengoreksinya.
Sesuai dugaan, dokter menjelaskan bahwa hal yang dialami Haya biasa terjadi karena anak sering duduk dalam posisi W. Posisi W ini akan terlihat jika kita melihat dari atas saat anak duduk. Kaki menekuk ke belakang membentuk huruf W. Saat itu tulang dan otot kaki akan tertarik ke arah yang tidak seharusnya sehingga menimbulkan permasalahan pada kaki dan cara berjalan anak. Untuk mengoreksinya, duduk posisi W harus dihentikan dan diganti dengan posisi duduk bersila atau meluruskan kaki.
Haya duduk posisi W |
Kalsium dan Vitamin D
Selain mengoreksi posisi duduk, dokter juga merekomendasikan untuk makan makanan yang tinggi kalsium dan memenuhi asupan vitamin D bagi Haya. Kalsium dan vitamin D memang seperti sudara kembar yang tidak bisa dipisahkan. Kalsium sangat bermanfaat untuk pembentukan kepadatan tulang dan gigi serta dapat meningkatkan fungsi otot dan syaraf. Sedangkan vitamin D berperan dalam mempercepat penyerapan kalsium dan dapat memperkuat imun tubuh.
Sepulang dari dokter aku mencari informasi mengenai makanan yang mengandung kalsium. Aku menemukan artikel yang sangat lengkap di situs Ibupedia. Sejak saat itu aku mulai memperhatikan dan mengatur konsumsi kalsium harian untuk Haya. Kandungan kalsium bisa diperoleh dari susu sapi, ikan laut, biji-bijian, keju, telur dan sayuran hijau. Alhamdulillah Haya sudah biasa mengkonsumsi semua itu. Haya memang tidak terlalu pilih-pilih makanan, hanya saja porsi makannya tidak cukup banyak. Jadi sepertinya aku harus mengupayakan agar Haya makan lebih banyak sehingga kebutuhan kalsiumnya terpenuhi.
Anak berusia satu sampai tiga tahun memerlukan kalsium sebanyak 700mg setiap harinya. Ini setara dengan 2.5 cangkir susu atau 3.5 ons keju. Untuk mengkonversikannya dalam jumlah makanan lainnya, selengkapnya bisa dibaca di artikel yang berjudul Sumber Kalsium untuk Anak yang aku temukan di situs Ibupedia.
Kebutuhan vitamin D pada anak usia lebih dari satu tahun per hari adalah 600 IU. Vitamin D dapat diperoleh dari makanan seperti ikan salmon, hati sapi, telur dan lain-lain. Selain itu, berjemur jam 9 pagi selama 15 menit tanpa menggunakan sunscreen juga dapat memenuhi kebutuhan vitamin D. Jika anak susah makan dan cuaca tidak memungkinkan untuk berjemur, mengkonsumsi suplemen vitamin D juga bisa menjadi pilihan.
Aku biasanya mengajak Haya jalan kaki mengitari komplek perumahan untuk berjemur. Kadang Haya mengajak naik sepeda kesayangannya. Jika cuaca mendung aku memberikan suplemen vitamin D pada Haya. Selebihnya aku berusaha mengatur pola makan Haya agar kebutuhan vitamin D dan juga nutrisi lainnya seimbang.
Haya Saat Ini
Sekarang sudah satu tahun lebih sejak pertama kali aku mengajak Haya ke dokter. Meski belum lurus sepenuhnya, kelengkungan telapak kaki Haya sedikit demi sedikit terkoreksi. Kadang Haya masih terjatuh saat berlari maupun berjalan tetapi sudah tidak sesering dulu. Alhamdulillah.
Perubahan bentuk kaki Haya |
Satu pesanku bagi para ibu yang memiliki balita adalah jangan biasakan anak duduk posisi W. Jangan dianggap sepele ya Bun karena posisi duduk W dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada anak seperti dislokasi panggul, masalah orthopedi, badan menjadi lemah bahkan pertumbuhan anak bisa terhambat.
Oiya satu lagi, jika melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan kesehatan anak, jangan ragu untuk segera ke dokter. Tidak usah menunggu nanti-nanti Bun. Sekecil apapun itu, bisa menjadi besar jika kita tidak melakukan apa-apa untuk memperbaikinya. Sedia payung sebelum hujan, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sehat-sehat yaa Bunda dan keluarga :).
Wah ternyata bener ya duduk W ini kurang bak untuk kesehatan terutama anak. Noted sekali. Dan aku juga kadang ke skip vitamin D nih. Kalsium Insha Allah okay. Apalagi pandemi gini ya vit.D juga booster bgt untuk tubuh. Sehat selalu Haya ;)
ReplyDeleteIyaa mbak. Vitamin D wajib ada kalau aku, selain utk anak2 juga utk umma abahnya ini biar fit terus. Sehat2 juga mbak Widya.
DeleteDuduk W itu emang comfort bgt kyaknya buat anak2 ya, padahal sangat ga baik buat pertumbuhannya.. kudu sering ingetin anak untuk ngerubah posisinya biar ga makin kebiasaan ya mba
ReplyDeleteIya mbak, kayak enak gitu ya. Kalau jarang2 aja gpp sih, tp kalau udah sering bgt dan mempengaruhi gerak sebaiknya diubah kebiasaannya.
DeleteIni menjadi PRku juga nih mb. Anakku usia 32 bulan juga masih sering duduk W. Tapi dengan sering mengingatkan posisi duduk yg benar dan terapi nyeker serta merangkak, Alhamdulillah sudah berkurang duduk w nya.
ReplyDeleteSemangat kita ya mb!
Semangatt mbaak. Awal2 mengingatkan Haya duh susaah bgt. Alhamdulillah selarang sudah nggak pernah duduk W.
DeleteWah.. Jarak usia haya sama iya sama seperti aku dan akiku, adik ku dan adiku lgi hehehe
ReplyDeleteDua tahun ya mbaak. Kruntelan pasti dulu mba dan adik2 hehe.
DeleteSaya baru tahu lo kalo topik W sitting dan vitamin D adalah topik yang lagi viral...
ReplyDeleteYg viral vitamin D-nya dok, cuma saya kaitkan dengan pengalaman pribadi tentang W sitting.
DeleteSudut pandang yang cukup menarik Mbak Lupi. Keren, bisa memadukan topik yang sedang viral dengan kondisi real dan dekat dengan keseharian Mbak Lupi yaitu anak2 nya... 👍
ReplyDeleteIya nih mbak kebetulan bgt vitamin D ini udah jadi teman sejak pandemi. Sehat2 yaa mbak Oz!
DeleteTerima kasih atas sharingnya Mom :') Sangat menginpirasi perihal kesehatan anak. Semoga senantiasa sehat-sehat ya Mbak Haya, selalu ceria :D
ReplyDelete