Bah, aku resign aja ya?
Aku berujar lirih pada suamiku yang kupanggil Abah. Melihatku sekilas, Abah melanjutkan menyusun lego bersama dua anakku yang masih balita.
"Yakin, Umma mau resign? Udah dipikirin matang-matang? Bukannya mengajar adalah passion Umma?"
Jawaban Abah sontak membuat ingatanku melayang pada bertahun-tahun silam, saat aku masih sekolah.
Sejak SD, saat ditanya tentang cita-cita jawabanku selalu aku ingin menjadi guru. Mungkin karena ibuku juga guru, jadinya aku sedikit banyak terinspirasi.
Sebagai awalan, aku berusaha rajin belajar dan memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru di sekolah. Karenanya, aku menjadi rujukan oleh teman-temanku dalam berbagai matapelajaran, terutama matematika.
Memberikan tutor matematika sudah jadi makanan sehari-hari sejak SD. Bahkan saat SMP, temanku SD yang tidak lagi satu SMP denganku masih tetap berkunjung ke rumah minta diajari matematika. Bakat mengajarku mau tidak mau cukup terasah.
Saat temanku tercerahkan dan bisa mengerjakan soal setelah belajar denganku, aku senang sekali. Mungkin ini yang dirasakan oleh ibu. Mengajar tidak hanya soal transfer pengetahuan melainkan membersamai dalam proses memahami ilmu.
Ada harapan kecil di dalam hatiku saat mengajari teman-temanku. Semoga dengan apa yang aku ajarkan, teman-temanku menjadi selangkah lebih dekat dengan apa yang mereka cita-citakan.
Karena sudah cinta dengan matematika, waktu kuliah aku mengambil jurusan yang sama. Kali ini aku bercita-cita menjadi dosen. Menjadi asisten dosen pada beberapa matakuliah membuatku semakin percaya diri dengan cita-citaku ini.
Lulus kuliah, sambil mencari beasiswa aku mengajar freelance di sebuah bimbingan belajar. Pada akhir tahun pertama, mereka memintaku untuk menjadi tutor tetap karena banyak siswa yang senang dengan caraku mengajar.
Mbak Ratnaaaaa nanti les tambahan sama aku yaaaa!
Namun di saat yang sama, aku memperoleh beasiswa S2. Rasanya campur aduk. Sedih karena tidak bisa membersamai anak-anak les lagi, tetapi di sisi lain juga bahagia karena ini berarti aku melangkah naik pada tangga kehidupanku.
Lulus S2, aku diterima sebagai dosen tidak tetap di sebuah universitas di kotaku. Hampir bersamaan dengan itu, aku menikah dan hamil. Kehamilanku benar-benar membuatku tidak bisa beraktivitas normal karena aku mengalami mual muntah parah sepanjang kehamilan. Setelah melahirkan, fokusku pun terbagi dengan Haya, anak pertamaku.
Sejak Haya berusia tiga bulan, aku menitipkannya di daycare ketika aku dan Abah bekerja. Demi memberikan asi eksklusif padanya, aku ke kampus membawa cooler bag dan seperangkat alat pompa asi.
Bisa bayangin nggak, boncengan naik motor, gendong bayi, nenteng diaper bag, cooler bag plus tas punggung yang penuh dengan laptop, buku kalkulus dan juga aljabar. Aku merasa hidupku sungguh berat. Benar-benar hidupku nggak pernah - literally - seberat itu.
Pulang kerja rasanya badan sudah sangat capek sehingga aku nggak bisa melakukan apapun kecuali menemani Haya bermain. Penelitian yang kurencanakan tinggal rencana. Belajar bahasa Inggris demi S3 di luar negeri juga cuma jadi wacana. Hal ini berlangsung selama hampir dua tahun. Dan saat aku merasa hidup mulai stabil untuk mengejar mimpiku kuliah S3, aku hamil lagi, hehe.
Aku merasa seperti dejavu. Semua kembali seperti saat aku hamil pertama kali, bahkan lebih parah. Energiku semakin terkuras habis. Akhirnya, aku kembali meletakkan impianku untuk kuliah lagi. Kutinggalkan sejenak cita-citaku menjadi dosen tetap.
Menjelang kelahiran anak kedua, pandemi menghampiri. Perkuliahan secara mendadak berubah daring. Dan tepat saat itu pula laptopku yang berusia satu dekade tutup usia. Aku dan Abah mengatur strategi kuliah agar kami bisa bergantian memakai laptop Abah. Suamiku dosen juga by the way.
Dengan satu laptop, selain bergantian saat mengajar kami juga otomatis harus bergantian menggunakannya untuk menyiapkan kuliah. Setiap hari aku tidur hampir dini hari untuk itu. Bagaimanapun, pekerjaan Abah bagiku lebih utama sehingga aku mempersilakan beliau untuk menggunakan laptopnya lebih dulu.
Rasanya capek. Capek banget.
Makanya, aku ingin resign. Tapi, apa iya aku akan melepaskan mimpiku yang sudah terpatri selama puluhan tahun itu? Untuk apa segala ilmu yang aku punya jika tidak dibagikan pada orang lain? Setelah berulang kali memikirkannya, aku mulai mengenyahkan pikiranku untuk resign.
Di samping itu, dua balita di pangkuanku itu masih butuh banyak biaya untuk masa depan mereka. Alih-alih resign, aku justru mencari penghasilan tambahan.
Memanfaatkan media sosial, aku bergabung dengan beberapa komunitas dan mulai aktif membuat konten. Selain itu, aku mengikuti beberapa pelatihan kepenulisan dan juga blogging. Dari situ alhamdulillah ada rezeki yang merupakan bagianku.
Abah tidak pernah mengeluh dengan segala aktivitasku. Saat aku sibuk, Abah dengan senang hati menjaga dan bermain bersama anak-anak. Beliau juga mengizinkanku memakai laptopnya kapan saja saat tidak dipakai. Meski demikian, tetap saja aku merasa kurang efektif jika kami hanya memiliki satu laptop.
Jadi gini, aku mengajar di bidang matematika, sedangkan Abah di jurusan arsitektur. Kami sama-sama butuh banyak software untuk kuliah. Laptop Abah tidak kuat jika software kami semuanya diinstal bersamaan.
Seandainya ada dua laptop, tentu pekerjaan kami akan lebih optimal. Aku bisa bekerja, Abah juga tetap bisa bekerja. Kapan ya, aku punya laptop baru?
Diam-diam aku mencari laptop terbaik untuk menunjang produktivitasku. Dalam mencari sebuah laptop, aku memiliki beberapa kriteria yang cukup ketat. Dan semua kriteria itu aku temukan pada ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) bagaikan sebuah magic.
Aku jadi ingat kalimat Mr. Ollivander, sang pembuat tongkat sihir Harry Potter,
The wand chooses the wizard, Mr. Potter.
Harry Potter memang sedang mencari tongkat sihir, tetapi tongkat sihirlah yang memilih tuannya. Ah, akankah ASUS Zenbook ini memilihku?
Keajaiban yang Bisa Aku Ciptakan Menggunakan ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400)
Meski pandemi belum usai, aku sudah membayangkan kembali bekerja luring. Dengan dua balita dan naik motor, barang bawaanku akan semakin berat. Tidak mungkin menghilangkan diaper bag dalam barang bawaan. Artinya tas kuliahku lah yang harus dikurangi bebannya. Karena itu, aku butuh laptop yang ringan. Tentu saja tetap dengan performa kuat dan tangguh.
Bebas Melangkah ke Segala Arah dengan Desain Ultra-Portable Super Ringan
Berjalan kaki dari satu gedung ke gedung yang lain saat kuliah itu lumayan melelahkan lho. Belum lagi kalau harus naik turun tangga. Percayalah, sebagai dosen kalkulus dan aljabar, diktat kuliah yang super tebal dan berat itu nggak boleh ditinggalkan.
Hey, ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) yang beratnya hanya 1.4 kg ini sangat pas untuk aku bawa kemana saja. Aku jadi bebas melangkah ke segala arah.
Selain itu, laptop ultra-portable ini juga sangat tangguh dan telah melalui serangkaian tes jatuh, tes getaran bahkan tes operasional pada suhu ekstrem. Nggak heran, sertifikat lolos uji ketahanan berstandar US Military Grade (MIL-STD 810H) telah dikantongi oleh Zenbook 14X OLED (UX5400). Aku jadi nggak khawatir saat membawanya naik motor yang penuh goncangan.
Pada waktu bimbingan dengan mahasiswa, aku sering merasa rempong ketika menjelaskan materi menggunakan laptop. Soalnya bolak-balik aku harus mengubah posisi laptop agar fokus kami tetap sama.
Seandainya memakai Zenbook 14X OLED (UX5400) yang dilengkapi dengan mekanisme 180⁰ ErgoLift Hinge, pasti aku dan mahasiswa bisa bimbingan dengan lebih fleksibel. Soalnya, selain bisa dibuka hingga 180⁰, mekanisme tersebut membuat bodi utama laptop sedikit terangkat sehingga tetap nyaman saat mengetik.
Produktivitas Meningkat, Mata Tetap Sehat Berkat Teknologi Layar ASUS Oled
Menyiapkan kuliah, mengajar, membuat video tutorial dan juga menulis blog membuatku berada di depan layar laptop selama berjam-jam terutama pada malam hari. Padahal saat itu, mata sedang lelah-lelahnya bukan.
Namun, dengan layar ASUS Oled pada Zenbook 14X OLED (UX5400) yang sudah mendapatkan sertifikasi low blue-light dan anti-flicker dari TÜV Rheinland, tentu aku bisa bekerja lebih lama dan mata jadi tidak gampang lelah.
Saat membuat infografis untuk tulisan di blog, aku kerap memakan waktu lama perihal memilih warna. Pasalnya, warna yang terlihat bagus di laptop belum tentu bagus saat dilihat menggunakan device lain.
Tingkat akurasi warna inilah yang tidak aku dapatkan kecuali pada Zenbook 14X OLED (UX5400). Selain didukung oleh fitur HDR yang tersertifikasi oleh VESA, produksi warna ASUS Oled ini sangat kaya dengan color gamut mencapai 100% pada color space DCI-P3.
Mendesain menggunakan laptop dengan rasio layar 16:10 beresolusi 2.8K (2880 x 1800) juga jadi lebih nyaman karena layarnya luas. Di samping itu, fitur touchscreen yang ada pada laptop ini juga jadi memudahkan navigasi terutama saat melakukan zooming layar.
Bekerja Lebih Cepat dengan Berbagai Shortcut pada ScreenPad™ 2.0
Pada waktu mengajar, biasanya aku membuka banyak aplikasi sekaligus yaitu pdf viewer, power point, zoom, whatsapp, e-mail dan berbagai software matematika. Kalau nggak jeli, biasanya salah satu program tidak sengaja tertutup dan ini sungguh merepotkan. Nggak hanya itu, saking banyaknya program yang memang perlu dibuka, pekerjaanku juga jadi agak lambat karena harus membuka satu-satu pada menu toolbar yang terbatas.
Canggihnya, Zenbook 14X OLED (UX5400) ini dilengkapi dengan ScreenPad™ 2.0. Dengan fitur Quick Key yang ada pada screenpad ini, kita bisa mengakses berbagai shortcut lebih cepat. Apalagi fitur Quick Key ini bisa dikustomisasi sesuai dengan program yang sedang berjalan.
ScreenPad™ 2.0 bukanlah touchpad biasa melainkan layar kedua yang bisa menampilkan aplikasi apapun melalui fitur App Switch. Khususnya pada Microsoft Office yang sudah pasti sering kita gunakan, ScreenPad™ 2.0 dapat menampilkan berbagai menu utamanya. Magic kan! Dijamin, pekerjaan bisa selesai lebih cepat.
Beraktivitas Lebih Sigap dengan Konektivitas Lengkap
Setelah dua tahun pandemi, bulan lalu di kampus sedang melakukan uji coba kuliah luring. Bisa dibilang kuliah luring perdanaku saat itu hampir gagal. Soalnya, laptop yang aku bawa tidak kompatibel dengan proyektor di kampus. Akhirnya, kami tetap menggunakan zoom sebagai sarana kuliah.
Apa bedanya dengan kuliah online kalau gitu, duh!
Nggak berhenti di situ, ada lagi satu drama saat itu. Laptop yang aku pakai tidak bisa tersambung ke WiFi kampus dengan stabil. Akhirnya terpaksa aku menggunakan paket data, huhuhu.
Tentu saja hal semacam ini tidak akan aku alami kalau menggunakan Zenbook 14X OLED (UX5400). Soalnya, konektivitasnya lengkap mulai dari kabel dan beragam port seperti HDMI 2.0, USB 3.2 Gen2 Type-A, hingga MicroSD dan 3.5 mm combo audio jack tanpa harus bergantung pada dongle. Ditambah lagi laptop ini dibekali dengan WiFi 6 yang membuat konektivitas internet berjalan stabil dan cepat.
Nggak perlu pakai paket data buat kuliah!
Di sisi lain, ASUS Oled ini juga dibekali dengan dua port USB Type-C Thunderbolt™ 4 yang hadir dengan kecepatan transfer data yang tinggi, yaitu hingga 40 Gbps. Jadi nggak lama-lama lagi kalau mahasiswa ingin mengumpulkan tugas atau meminta data materi perkuliahan.
Selain itu, port tersebut juga dapat digunakan untuk mengisi daya baterai melalui adapter charger maupun power bank karena didukung oleh fitur USB Power Delivery. Butuh monitor tambahan saat kuliah atau bekerja? Bisa juga dihubungkan melalui port ini.
Ciptakan Berbagai Keajaiban dengan Hardware Modern
Harry Potter's wand was 11" long, made of holly, and possessed a phoenix feather core.
Laptop modern ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) sudah diperkuat oleh prosesor Intel® Core™ generasi ke-11 terbaru dan juga Intel® Iris® Xᵉ graphics.
Sama seperti tongkat sihir Harry Potter, laptop ini mampu menciptakan berbagai keajaiban. Bersama NVIDIA® GeForce® MX450, ASUS Zenbook dapat memroses grafis lebih ekstra. Kalau kalian adalah content creator, pasti butuh fitur ini.
Materi kuliah, video tutorial dan juga gambar infografis yang aku buat selama ini ternyata memakan kapasitas penyimpanan cukup banyak. Akibatnya aku harus sering memindahkan data ke hard disk. Padahal, nggak jarang aku membutuhkan lagi data-data tersebut sehingga bolak-balik aku harus melakukan transfer data.
ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) memiliki penyimpanan berupa PCIe SSD dengan kapasitas hingga 1 TB. Nggak usah susah-susah transfer data lagi nih. Selain itu memorinya juga besar yaitu hingga 16 GB sehingga performa tetap lancar.
Kalau ingin performa lebih kencang lagi juga kita tidak perlu khawatir. Karena, Zenbook 14X OLED (UX5400) dibekali dengan ASUS Intelligent Performance Technology (AIPT) yang hadir dengan tiga mode performa yang bisa dipilih yaitu Performance Mode, Balance Mode, serta Whisper Mode.
Meskipun performanya kencang, daya tahan baterai ASUS Oled terbilang sangat mumpuni karena kapasitasnya lebih besar yaitu yaitu 63 Whr. Selain itu, laptop ini memiliki fitur fast charging yang bisa mengisi baterai hingga 50% hanya dalam waktu 30 menit. Kurang keajaiban apa lagi coba? Ringkasnya, bisa dilihat pada tabel di bawah ini ya.
The Wizard Doesn't Quit
Bersama dengan ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400), aku membayangkan Hagrid berseru padaku,
You're a WIZARD, Palupi!
Saat itu aku akan menjawab,
And I can do the magic, Hagrid!
Lalu, apakah aku jadi resign? Dengan segala keajaiban yang bisa aku lakukan bersama laptop ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400)? Oh dear, I'm the wizard now!
Aku akan mengejar mimpiku. Aku akan kuliah lagi, menjadi dosen tetap dan menyebarkan semua pengetahuan yang aku miliki baik melalui perkuliahan maupun lewat tulisan.
Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) Writing Competition bersama bairuindra.com
Pengen banget upgrade ke zenbook ini karena layarnya sudah OLED. Akurat warnanya dan aman untuk mata karena ada fitur khususnya.
ReplyDelete